pentingnya protein hewani
Rendahnya konsumsi protein hewani berdampak pada tingkat kecerdasan dan kualitas hidup penduduk Indonesia. Negara Malaysia yang pada tahun 1970-an mendatangkan guru-guru dari Indonesia, sekarang jauh meninggalkan Indonesia, terutama dalam kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana ditunjukkan oleh peringkat Human Development Indeks (HDI) tahun 2004 yang dikeluarkan United Nation Development Program (UNDP). Dalam periode tersebut, Indonesia berada pada peringkat ke-111, satu tingkat di atas Vietnam (112), namun jauh di bawah negara ASEAN lainnya, Singapura (peringkat 25), Malaysia (59), Thailand (76) dan Fhilipina (83) (Rusfidra, 2002).
Studi Monckeberg (1971) dalam Rusfidra (2005c) menunjukkan adanya hubungan tingkat konsumsi protein hewani pada anak usia pra-sekolah. Konsumsi protein hewani yang rendah pada anak usia prasekolah dapat mengakibatkan anak-anak berbakat normal menjadi sub-normal atau bahkan defisien. Peningkatan konsumsi protein hewani dapat mengurangi frekuensi kejadian defisiensi mental. Ironisnya mereka pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu (miskin).
Kondisi ini merupakan gejala yang umum terjadi di negara-negara berkembang sebagaimana pengamatan Todaro (2000), “Penduduk miskin di berbagai negara dengan cepat mempelajari bahwa pendidikan merupakan cara yang ampuh untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan. Namun dalam kenyataannya, anak-anak miskin merupakan orang yang pertama dikeluarkan dari dari kelas karena mengantuk akibat kekurangan gizi, dan orang yang pertama gagal ujian Bahasa Inggris karena mereka tidak punya kesempatan belajar di rumah seperti anak keluarga kaya”.
Konsumsi protein hewani, mencerdaskan bangsa
Selain untuk kecerdasan, protein hewani dibutuhkan untuk daya tahan tubuh. Shiraki et al. (1972) dalam Rusfidra (2005c) membuktikan peranan protein hewani dalam mencegah terjadinya anemia pada orang yang menggunakan otot untuk bekerja keras. Gejala anemia tersebut dikenal dengan istilah “sport anemia”. Penyakit ini dapat dicegah dengan mengkonsumsi protein yang tinggi, dimana sebanyak 50% dari protein yang dikonsumsi harus berasal dari protein hewani.
Protein hewani diduga berperan terhadap daya tahan eritrosit (sel darah merah) sehingga tidak mudah pecah. Protein hewani juga berperan dalam mempercepat regenerasi sel darah merah.
Protein hewani memiliki komposisi asam amino yang lengkap dan dibutuhkan tubuh. Nilai hayati protein hewani relatif tinggi. Nilai hayati menggambarkan berapa banyak nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk pembuatan protein tubuh. Semakin tinggi nilai hayati protein suatu bahan pangan makin banyak zat N dari protein tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk pembentukan protein tubuh. Hampir semua pangan asal ternak mempunyai nilai hayati 80 ke atas. Telur memiliki nilai hayati tertinggi yakni 94-100 (Hardjosworo, 1987 dalam Rusfidra, 2005e).
Pengembangan Ternak Lokal
Dalam rangka memacu pertumbuhan produksi peternakan nasional, seharusnya perhatian lebih difokuskan pada usaha peternakan rakyat dan ternak lokal yang tersebar mulai dari perkotaan sampai perdesaan. Menurut Martojo (2003) jumlah rumahtangga peternakan sekitar 4,5 juta rumahtangga (RTP). Bentuk peternakan yang ada pun sebagian besar merupakan peternakan rakyat, yaitu sapi potong (99,6 %), kambing/domba (99,99 %), kerbau (88,7 %), sapi perah (91,1 %), ayam ras petelur (82,4 %), ayam buras dan itik (100 %) (Soehadji, 1992 dalam Rusfidra, 2004)
Beternak sapi, pendapatan meningkat
Pada umumnya ternak-ternak yang dipelihara pada usaha peternakan rakyat adalah ternak lokal. Ternak lokal merupakan sumber daya ternak yang sudah lama dipelihara peternak pedesaan dan berperan penting dalam sistem usahatani di perdesaan. Usaha peternakan rakyat inilah yang seharusnya menjadi basis pengembangan peternakan nasional. Pengembangan komoditi ternak yang berbasis bahan pakan impor sangat rawan dijadikan sebagai basis pembangunan peternakan nasional. Alasannya adalah tiga komponen bahan pakan (jagung, bungkil kedelai dan tepung ikan) merupakan bahan impor yang menguras devisa. Itulah sebabnya usaha peternakan berbahan baku impor (ayam ras pedaging dan petelur) mengalami kontraksi yang tajam ketika krisis ekonomi dan bangkrutnya secara massal para peternak ayam ras
Peranan Sektor Peternakan daam Pengentasan Kemiskinan
Kemiskinan dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan natural. Kemiskinan struktural sering disebut kemiskinan buatan, misalnya akibat regulasi yang tidak berkeadilan dan tananan organisasi yang tidak kondusif. Kemiskinan natural biasanya disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM dan terbatasnya potensi sumber daya alam yang ada disekitar mereka.
Akibat mutu SDM yang rendah (misalnya karena tingkat pendidikan yang rendah, tingkat pengetahuan terbatas dan terbatasnya networking) sehingga mereka sulit mengembangkan potensi diri dan berkompetisi dengan kompetitornya. Dengan kondisi yang serba terbatas tersebut maka tidak ada jalan lain kecuali bekerja di bidang pertanian secara umum (tanaman pangan, hortikultura, perikanan dan peternakan).
Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam struktur perekonomian nasional. Pada tahun 2003 sektor pertanian mampu menyerap 46 persen tenaga kerja. Karena itu, adalah wajar bila sektor pertanian dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) pembangunan nasional. Disamping mampu menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan pokok yang murah, bergizi tinggi dan terjangkau, sektor pertanian jga telah berperan penting sebagai sumber pendapatan, sebagai bentuk investasi dan menyediakan lapangan kerja.
Konstribusi sektor pertanian terhadap pendapatan domestik brutto (PDB) riil tahun 2003 adalah sebesar 15,83 persen, berada di bawah sektor industri (26,07 persen) dan perdagangan (15,95 persen). Angka tersebut menujukkan betapa urgennya dan strategisnya sektor pertanian dalam pembanguan nasional.
Sub sektor peternakan memainkan peran penting dalam pembangunan pertanian. Kontribusi sub-sektor peternakan terhadap sektor pertanian dan produk domestik brutto pada tahun 2001 masing-masing adalah 11% dan 1,9% (Utoyo, 2002). Karenanya tidaklah mengherankan jika sub sektor peternakan diharapkan sebagai sektor pertumbuhan baru, baik dalam bidang pertanian maupun pertumbuhan ekonomi nasional. Cukup signifikannya sumbangan sub sektor peternakan antara lain disebabkan oleh jumlah populasi tenak yang besar, pemilikannya yang sangat luas dan peranannya yang multiguna.
Komoditi peternakan dikenal sebagai komoditi yang memiliki banyak manfaat. Produk utama ternak (daging, susu dan telur) merupakan sumber bahan pangan yang bergizi tinggi dan dikonsumsi anggota rumah tangga. Ternak berperan penting dalam program ketahanan pangan rumah tangga petani, terutama bagi petani ternak di pedesaan. Sebagian ternak juga menghasilkan tenaga yang dapat digunakan dalam mengolah lahan pertanian.
Ternak juga berperan sebagai sumber uang tunai, sebagai sumber pendapatan dan sebagai salah satu bentuk investasi (tabungan hidup) yang dapat diuangkan sewaktu dibutuhkan. Ternak juga bermanfaat dalam kegiatan keagamaan: misalnya pelaksanaan ibadah qurban tentu juga membutuhkan ternak sapi, domba ataupun kambing. Ternak lokal tersebut tidak hanya pemilikannya yang tersebar luas di tangan petani pedesaan, juga telah berperan penting dalam masa krisis ekonomi.