Gedung walet di pinggir sungai Barito
Minggu kemarin saya menikmati perjalanan air melalui jalur sungai Barito di Kalimantan Tengah. Cuaca sangat cerah, langit biru dengan gerombolan awan putih berarak. Angin sepoi bertiup mengurangi hawa panas. Teman saya sudah menyiapkan armada air speed boad dengan ukuran mesin 115 PK. Mesin dengan tenaga solar mulai di start. Air di buritan mulai bergolak. Si Mamad, sopir speed mulai mengangkat handel gas secara pelan. Speed boad dengan ukuran panjang sekitar 5 meter itupun mulai melaju. “Lebih sulit mengemudikan mobil daripada speed boad”, kata Mamad sambil menyulut rokok kreteknya. Saya mencoba mengamati perangkat yang simpel dan sederhana. Memang alat di “ruang kabin” itu hanya ada kemudi/ stir dan gas saja. Tak ada rem. Jika gas diangkat, speed boad melaju. Jika handel gas itu di off kan, maka secara cepat, armada air ini akan mengerem. Untuk kemudi sama saja, jika mau ke kanan, ya banting ke kanan, begitupun sebaliknya. Suatu saat saya pasti ingin mencoba menjalankan speed boad tersebut. Kata Mamad, belajar 1 jam saja langsung bisa. Dalam perjalanan itu saya mempelajari cara Mamad berbelok mengindari balok kayu kering yang terapung di sepanjang permukaan sungai Barito nan luas ini. Juga bagaimana cara menghindari “turbulensi” saat ada kapal atau speed boad lain yang berpapasan. Stir dibelokan sedikit agar gelombang air tidak terpotong langsung. Ini cara agar penumpang merasa nyaman, tidak terantuk gelombang air. Pokoknya asyik deh.. Saya sangat menikmati perjalanan ini. Menikmati pemandangan di sepanjang kanan kiri sungai itu, selain rumah-rumah penduduk, juga fasilitas MCK berjajar di pinggir sungai itu. Warga melakukan aktifitas harian seperti mencuci, mandi dll, sangat tergantung dengan air sungai. Pemandangan utama yang menjadi prioritas saya, apalagi kalau bukan tumbuhnya bangunan gedung walet, dengan ukuran dan tinggi bangunan yang berbeda. Ada yang bangunan permanen, tidak sedikit pula yang bangunan sederhana, dengan bahan dari papan, dengan ukuran Paket Hemat. Tingkat keberhasilanya berbeda-beda. Ada yang produktif, namun tidak sedikit yang merana alias kosong. Pada pengalaman saya keliling Nusantara, di sebuah daerah walet atau sering disebut sentra walet, umumnya hanya 30 % gedung walet yang produktif di tempat itu. Lainnya merana ! Kenapa? Lain waktu kita bahas. Jika anda melalui jalur air, dari Banjarmasin ( Kalimantan Selatan ke arah Buntok ( Kalimantan Tengah), dengan waktu tempuh sekitar 6 jam, maka anda akan menikmati pemandangan kota walet di sepanjang jalur ini, antara lain di Marabahan, Jenamas, Mangkatib, Damparan, Teluk Timbau, Bengkuang, Babay, dan Buntok. Kota kecil lain yang mulai banyak populasi waletnya yaitu ...Muara Puning, dan Batampang. Populasi walet di sepanjang aliran sungai ini memang luar biasa. Saya mencoba bertanya kepada teman saya, ..“apakah ada Gua walet di daerah sini ?”. Teman menggelengkan kepala. “Terus dari mana populasi walet yang sangat banyak ini?”. Kali ini ia menjawab dengan mengangkat kedua bahunya. Lalu saya jelaskan secara gamblang, bahwa semua ini karena perkembangan populasi walet yang sangat produktif. Sejak tahun 2001, saat saya mulai menginjakkan kaki di bumi Kalimantan, memang perkembangan populasi burung berliur mahal ini sangat mencengangkan. Ini disebabkan karena pakan walet berupa aneka serangga luar bisa, sangat berlimpah ruah. Banyak daerah pakan di bumi yang tak pernah di goyang gempa ini, yaitu antara lain karena terhamparnya sangat luas daerah rawa-rawa. Sehingga karena jumlah pakan yang sangat banyak, walet tumbuh subur dengan 3 sampai 4 kali berbiak dalam 1 tahunnya, dengan keberhasilan berbiak yang sangat tinggi Dengan jumlah populasi yang sangat besar ini, maka memancing walet masuk gedung tidak sulit. Dalam 1 tahun gedung walet dengan desain yang benar, bisa dihuni ratusan hingga ribuan walet. Gedung saya sendiri di daerah Buntok, Alhamdulillah, dalam 10 bulan sudah bisa ada 600 sarang walet. Sangat menggembirakan. Nah, jika ada gedung yang dalam 1 tahun kok cuma ada 10 sampai 30 sarang walet saja, maka gedung tersebut bisa disebut gagal total. Saya datang ke Babay, 1 jam perjalanan air dari Buntok, untuk membenahi 2 gedung walet yang merana. Saya tidak perlu menyebut nama pemilknya. Sejak dari awal desain bangunan gedung walet ini, juga tata ruang dan tata suara, dikerjakan oleh orang lokal setempat yang mengaku pakar walet. Namun setelah perjalanan hingga 1 tahun, batang hidung yang mengaku pakar itu tak pernah muncul dan tak mau bertanggung jawab atas kegagalan tersebut. Padahal uang sudah terlanjur dia kantongi. Walhasil saya turun tangan. Lubang masuk, tata ruang dan lain lain saya atur ulang secara benar. Inves gedung walet yang ratusan juta itu, sayang kalau hanya dibiarkan mangkrak tak ada hasil. Saya tambahi lagi..” Karena gedung ini sudah saya atur secara benar, maka 99.99 % gedung walet ini akan berhasil !. Kali ini dia memeluk saya erat-erat. Sebelum pamit pulang, ..”Saya pasti akan datang lagi ke gedung bapak untuk evaluasi dan kontrol, sambil saya panen sarang walet secara rutin di gedung saya sendiri yang terletak di pinggir aliran sungai Barito ini yang berlimpah ruah air dan juga berlimpah ruah rejeki. |